Belanda Menjajah Indonesia selama 350 tahun
Berdasarkan judul pembahasan kali ini yaitu "Belanda Menjajah Indonesia selama 350 tahun", apa benar demikian kenyataanya? nah, kali ini kita akan menguak bagaimana sebenarnya hal tersebut tentunya berdasarkan artikel rujukan yang bersumber dari sebuah buku berjudul "SEABAD KONTROVERSI SEJARAH" yang ditulis oleh Asvi Warman Adam. Berikut cuplikan dari sumber asli nya.
PROF. RESINK : MITOS PENJAJAHAN 350 TAHUN
Prof. Mr. G.J. Resink meninggal
di Jakarta September 1997 silam. Gertrudes Johan Resink lahir tahun 1911 di
Yogyakarta dari keluarga keturunan Belanda dan Jawa. Ibunya mendorong agar ia
tidak hanya belajar bahasa dan music Eropa tetapi juga bahasa dan music tanah
kelahirannya. Berbeda dengan kebanyakan pemuda indo lainya, ia tidak pergi ke
Belanda tetapi belajar di Sekolah Tinggi Hukum di Batavia. Tahun 1947 ia
diangkat sebagai guru besar Hukum Tata Negara. Setelah penyerahan kedaulatan
tahun 1949, Resink memilih kewarganegaraan Indonesia yang tetap dipertahankan
dengan segala konsekuensinya sebagai warga keturunan Belanda terutama pada masa
konflik Indonesia-Belanda yang meruncing dalam masalah Irian Barat (Jaya).
Tahun 1950 ia menjadi Guru Besar
dalam sejarah modern dan sejarah diplomasi Indonesia, selain mengajar mata
kuliah Hukum Internasional di Universitas Indonesia (UI). Pada tahun 1957 ia
dibebaskan dari tugas mengajar agar dapat memusatkan perhatian kepada
penelitian/penulisan dan secara resmi tahun 1962 ia menjadi guru besar dengan
tugas meneliti.
Dalam dunia sastra Belanda,
Resink juga dikenal sebagai penyair. Beberapa puisinya telah diterjemahkan
kedalam bahasa Perancis dan Indonesia. Ia berhubungan erat dengan kesusasteraan
Indonesia sejak zaman Pujangga Baru dan Angkatan 45. Resink kenal STA (Sutan
Takdir Alisyahbana), Amir Hamzah, Chairil Anwar dan Pram [Pramoedya Ananta
Toer]. Selain itu, Resink juga tertarik kepada karya pengarang Inggris terkenal
keturunan Polandia Joseph Conrad (1857-1924) yang pernah berlayar di perairan
Nusantara dan kemudian menuangkan pengalamanya itu dalam novel dengan
tokoh-tokoh dari Kalimantan dan lain-lain Profesor yang lajang sampai akhir
hayatnya ini juga memperhatikan seniman dunia asal Prancis, Claude Debussy
(1862-1918) yang memperkenalkan nada-nada musik Jawa dalam komposisi musiknya.
Dari sekitar seratus artikel,
buku, puisi, dan resensi yang ditulis oleh Resink yang menonjol diantaranya
adalah kumpulan enam tulisan yang berjudul Raja
dan Kerajaan yang Merdeka di Indonesia 1850-1910. Berdasarkan studi hokum internasional,
Resink membuktikan bahwa sebenarnya Belanda tidak menjajah negeri ini selama
350 tahun, apabila yang dimaksudkan seluruh Kepulauan Indonesia. Tidak benar
apa yang sering dikatakan orang ramalan Jayabaya bahwa ornag berkulit putih
menguasai persada selama 3,5 abad. Tahun 1854 Menteri Urusan Koloni mengatakan
kepada Parlemen Belanda bahwa di Kepulauan Indonesia masih ada negeri-negeri
merdeka, meskipun jumlahnya “sangat sedikit”. Istilah “sangat sedikit” itu
ditentang oleh A.B. Lapian yang menulis “Kata Pengantar” pada buku klasik
tersebut. Kenyataan bahwa cukup banyak negeri-negeri di Sumatera dan di
Indonesia bagian Timur yang masih merdeka. Disamping itu Resink mengacu kepada
beberapa kasus pengadilan, di mana hakim dan Mahkamah Agung (Hindia Belanda)
berkesimpulan bahwa mereka tidak mempunyai wewenang mengadili perkara karena
yang bersangkutan bukan dianggap penduduk Hindia Belanda melainkan merupakan
rakyat kerajaan atau negeri pribumi yang masih merdeka, misalnya dalam perkara
seorang Kutai yang dibawa ke Pengadilan Surabaya tahun 1904 yang ditolak oleh
Mahkamah Agung. Begitu pula dengan perdagangan budak yang sudah dilarang di wilayah
Hindia Belanda abad ke 19, namun pengadilan colonial di Makassar tidak dapat
berbuat apa-apa karena kasus tersebut terjadi di wilayah Mandar yang terletak
diluar kekuasaan Hindia Belanda.
Apa yang dikemukakan oleh Oom Han (oman), demikian Dr. Abdurachman
Surjomihardjo memanggil Resink, sebetulnya upaya dengan pikiran yang jernih
untuk keluar dari suasana yang bertentangan pada pada tahun 1950-1960, yakni
pertentangan antara dua mitos (sejarah kolonial dan sejarah nasional) yang ketika
itu muncul dalam bentuk dan isi penulisan sejarah dengan patriotism yang
berlebihan (yang menjurus kearah chauvinistik).
Nah, itulah bahasan kali ini semoga bisa memberi pencerahan terhadap sejarah nasional dan tentunya bermanfaat bagi kita semua. Salam.
Komentar
Posting Komentar