GRATIFIKASI DAN SUAP

Dalam praktek sehari-hari tidak jarang kita jumpai pegawai negeri/pejabat/penyelenggara Negara/pelayan bangsa yang berharap menerima hadiah dari pelayanan yang mereka berikan. Terkadang pelayananbaru diberikan bila ada uang pelican atau jasa. Jangan harap pelayanan public akan lancer bila tidak menyerahkan uang pelican (Vincentia Hanny S, Kompas, 1 September 2005).
Menyikapi hal itu, seorang Plato pun (427 SM- 347 SM) sudah mempunyai gagasan “Para pelayan bangsa harus memberikan pelayanan mereka tanpa menerima hadiah-hadiah. Mereka yang membangkan harus, kalau terbukti bersalah dibunuh tanpa upacara”.
Ada benarnya gagasan Plato itu, tidak sepantasnya pegawai negeri/pejabat menerima hadiah dari pelayanan yang mereka berikan. Supaya pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik dan bebas korupsi, memang perlu diadakan aturan tegas mengenai Gratifikasi dan Suap.
Berdasarkan Penjelasan pasal 12 B UU no.31 tahun 1999 jo UU no.20 tahun 2001, Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, meliputi pemberian uang, barang, rabat(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-Cuma dan fasilitas lainnya. Gratifikasi dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Gratifikasi merupakan setiap penerimaan seseorang dari orang lain yang bukan tergolong ke dalam (Tindak Pidana) suap.
Suap adalah tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11, Pasal 12 huruf a,b,c,d dan Pasal 13 UU no.31 tahun 1999 jo UU no.20 tahun 2001 (lihat kembali Tabel Tindak Pidana Korupsi pada posting sebelumnya).
Gratifikasi kepada pegawai negeri/penyelenggara Negara yang berhubungan dengan jabatan /kedudukannya dianggap sebagai suap.

Rumus
Suap = Gratifikasi + Jabatan

Pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan suap dilakukan :
  • Oleh penerima gratifikasi, bila nilai kasus Rp.10juta atau lebih; atau
  • Oleh penuntut umum, bila nilai kasus dibawah Rp.10juta.

Gratifikasi tidak dianggap sebagai suap apabila penerima menyampaikan laporan kepada Komisi Pemberantas Korupsi, selambatnya 30 hari sejak menerima Gratifikasi tersebut.
Segera lapor bila anda menerima gratifikasi, agar tidak dianggap melakukan tindak pidana suap. Ingat, pemberi dan penerima suap diancam dengan pidana!
Tata cara Pelaporan Gratifikasi dan penentuan Status Gratifikasi (sebagaimana diatur dalam pasal 16 UU no.31 tahun 1999 jo UU no.20 tahun 2001)
  • laporan ditujukan kepada KPK (Direktorat Gratifikasi), dibuat secara tertulis dengan mengisi formulir (dari KPK) dan melampirkan dokumen yang berkaitan dengan gratifikasi tersebut. Laporan setidaknya memuat nama serta alamat lengkap pemberi dan penerima gratifikasi, jabatan pegawai negeri/penyelenggara Negara, tempat serta waktu menerima gratifikasi, dan nilai gratifikasi.
  • Dalam kurun waktu 30 hari sejak laporan diterima, KPK akan menetapkan status Gratifikasi tersebut menjadi milik penerima gratifikasi atau milik Negara. Gratifikasi yang  menjadi milik Negara wajib diserahkan kepada menteri keuangan paling lambat 7 hari setelah ditetapkan.

Sumber : Arya Maheka,  Mengenali & Memberantas Korupsi, KPK RI

Komentar

POPULER

Rangkaian Pancing Dasaran Fleksibel

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU (DTLST)