EKSEKUSI KREDIT TANPA AGUNAN (JAMINAN)
Pada bahasan kali ini saya akan mencoba menyinggung sedikit tentang permasalahan kredit tanpa Agunan (Jaminan).
Perkembangan dunia perkreditan Indonesia semakin agresif, akhir-akhir ini di Kota Bengkulu mulai trend Kredit tanpa Agunan. Hal ini saya jumpai ketika saya yang sekarang bekerja di sebuah perusahaan pebiayaan kendaraan bermotor berjenis Leaseback menawarkan produk saya kepada seseorang (sebut saja Pak A). Saat itu saya menawarkan kredit pinjaman dana dengan jaminan BPKB kendaraan bermotor (Fidusia). Pak A lantas menjawab dengan sanggahan bahwa ia tidak mau lagi menggunakan pembiayaan jenis ini (yang saya tawarkan), kemudian ia mulai bercerita tentang produk pinjaman dana tanpa agunan. Saya semakin penasaran dan balik bertanya apa benar murni tanpa agunan. Pak A menjawab dengan pasti bahwa itu tanpa agunan sama sekali dan aman menurutnya ketimbang produk yang saya tawarkan.
Karena penasaran akhirnya saya undur diri dengan tetap menawarkan produk saya dan segera kembali kerumah untuk mengecek arsip saya tentag kredit tanpa agunan. Akhirnya saya temukan dalam makalah saya sewaktu kuliah dulu dan begini pokok bahasannya...:
Pada dasarnya perjanjian kredit dapat dibagi atas perjanjian kredit yang memiliki agunan dan perjanjian kredit yang tidak atau tanpa agunan. Persoalan agunan ini terkait pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata. Pasal-pasal ini membahas tentang piutang-piutang yang disewakan.
Pasal 1131 mengatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.
Pasal 1132 mengatakan bahwa kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutang padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagikan menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para piutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.
Biasanya pihak Bank atau Lembaga Keuangan lainnya menentukan dari awal apa yang dijadikan jaminan dalam suatu perjanjian kredit. Akan tetapi, jika tidak ditentukan dari awal jaminannya, berdasarkan pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata tersebut maka harta kekayaan debitur seluruhnya menjadi jaminan terhadap pelunasan utang yang harus dibayar debitur, tentu saja sesui porsinya. Misalnya sisa utang debitur yang tidak dapat dibayar sebesar Rp.6000.000,- maka kreditur berhak atas jumlah tersebut dari nominal kekayaan yang dimiliki debitur.
Jadi kesimpulannya, baik kredit dengan agunan maupun tanpa agunan memiliki resiko yang sama bagi debitur. Hanya saja kredit tanpa agunan memberi kemudahan bagi calon debitur yang belum atau tidak memiliki objek benda jaminan bernilai yang dapat dijadikan jaminan. Akan tetapi pada realitasnya sama saja, pihak kreditur tetap akan melakukan survey pada pihak debitur apakah layak atau tidak mendapat kredit dengan atau tanpa agunan. Meskipun kredit tanpa agunan pihak kreditur masih memperhitungkan ada tidaknya harta kekayaan calon debitur yang layak untuk di eksekusi sebagai jaminan nantinya.
Demikianlah bahasan singkat kali ini semoga bermanfaat,
Silahkan beri tanggapan melalui kotak komentar dibawah ini dengan isi kotak komentar atau klik komentar
Komentar
Posting Komentar