Penarikan Unit Kendaraan Kredit (EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA)

Dalam kehidupan sehari-hari sudah tidak asing lagi dengan kegiatan Jual beli kendaraan bermotor secara kredit. Jual beli ini dituangkan dalam suatu perjanjian kredit kendaraan, dimana Pembeli sebagai Debitur dan Penyedia dana dari pembelian tersebut disebut kreditur. Dalam kehidupan sehari-hari kreditur ini biasa dikenal dengan lembaga “Leasing”. Begitu banyak perusahaan Leasing ini yang bergerak di bidang pembiayaan kendaraan bermotor baik Mobil ataupun Sepeda Motor. Dengan semakin besarnya kebutuhan masyarakat akan lembaga pembiayaan ini dan juga pesatnya perkembangan ekonomi, perusahaan pembiayaan tidak hanya mengakomodasi jual beli kendaraan baru saja, namun juga kendaraan bekas.

Dalam pelaksanaanya, pembiayaan kendaraan bermotor secara kredit melalui perusahaan Leasing diikat dalam suatu perjanjian dimana kendaraan tersebut yang menjadi objek jaminanya. Ketika debitur ingkar janji (wanprestasi) maka kendaraan tersebut akan menjadi jaminan pembayaran sisa hutangnya. Biasanya ketika debitur telah ingkar janji dalam pembayaranya kendaraan (unit) akan ditarik oleh perusahaan leasing. Pada prakteknya penarikan unit ini menimbulkan banyak permasalahan, bahkan sampai kepada ranah pidana ketika seorang Kolektor dari perusahaan leasing menarik unit secara paksa dari debitur. Hal ini terkait erat dengan pemahaman masyarakat (terutama yang menjadi debitur) terhadap proses penarikan unit. Ada yang beranggapan penarikan itu sah-sah saja dilakukan, ada pula yang beranggapan penarikan yang dilakukan dengan cara tertentu sehingga menurut pemahaman debitur merupakan perbuatan melanggar hukum, misalnya Perampasan. Adapula yang beranggapan bahwa proses penarikan harus melalui putusan pengadilan.


Dengan adanya pemahaman/anggapan masyarakat yang beragam tentang penarikan unit tersebut, mari kita coba bedah aturan-aturan tentang pelaksanaan penarikan unit tersebut sehingga setidaknya dapat diketahui proses yang benar berdasarkan aturan hukumnya.
Sebelum membahas lebih lanjut ada baiknya kita samakan dahulu tentang beberapa istilah-istilah disini, diantaranya :
Kreditur : dalam hal ini adalah perusahaan Leasing / Leasing
Debitur : Konsumen/nasabah/pembeli
Supplier : adalah dealer/showroom penyedia/penjual kendaraan bermotor
Perjanjian : yang dimaksud disini adalah Kontrak yang mengatur tentang kesepakatan pembiayaan antara kreditur dan debitur terhadap pembelian kendaraan bermotor dari supplier(dealer). Dalam kontrak ini diatur hubungan antara kreditur dengan debitur baik cara pembayaran dan wanprestasinya (ingkar janji).
Fidusia : “Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikanya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda” (Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
 Jaminan Fidusia : “hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.” (Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Wanprestasi/Ingkar Janji : Perkara ingkar janji (wanprestasi) merupakan perkara yang timbul akibat tidak dipenuhinya sebuah perjanjian, baik secara tertulis ataupun tidak tertulis.
Eksekusi Jaminan Fidusia : adalah pelaksanaan sita terhadap benda jaminan fidusia, dalam hal ini adalah penarikan unit kendaraan yang menjadi objek jaminan fidusia. Memang istilah yang seharusnya bukanlah “penarikan” namun “eksekusi”

Ketika seorang konsumen membeli kendaraan yang terjadi adalah konsumen membeli kendaraan dari dealer dan pembayaran/pelunasanya dibiayai oleh leasing. Kemudian, konsumen membayar  secara kredit kepada perusahaan leasing. Adapun kendaraanya itu dijadikan jaminan untuk pelunasan hutangnya. Kendaraan ini dibebani Jaminan Fidusia. Dalam hal ini Konsumen adalah debitur/pemberi fidusia dan Leasing adalah Kreditur/Penerima Fidusia.
Ketika pembayaran kredit itu berjalan adalah merupakan pemenuhan janji oleh debitur kepada kreditur sesuai yang tertuang dalam Perjanjian (Kontrak). Namun ketika debiitur tidak dapat memenuhi pembayaran sesuai perjanjian, maka sesuai dengan isi kontrak debitur dinyatakan ingkar janji (wanprestasi).
Ketika debitur wanprestasi maka kreditur akan menagih prestasinya (pemenuhan janji/pembayaran sisa hutang) salah satunya adalah melalui kendaraan yang menjadi jaminan. Saat ini lah yang lebih dikenal dengan Penarikan Unit. Namun, yang perlu diketahui lebih lanjut disini adalah bagaimana sih cara penarikan unit yang dibenarkan menurut aturan perundang-undangan.

Penarikan Unit/Eksekusi Jaminan Fidusia diatur dalam pasal 29 sampai dengan pasal 34 Undang – Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Adapun eksekusi ini menurut pasal 29 dilakukan dengan cara :
  1. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia;
  2. penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
  3. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

Pertama yaitu pelaksanaan title eksekutorial, perlu diketahui jika leasing mendaftarkan fidusia nya maka ia memiliki Akta Jaminan Fidusia dan Sertifikat Jaminan Fidusia yang memiliki kekuatan eksekutorial layaknya putusan pengadilan. Artinya,  tidak harus melalui gugatan ke pengadilan. Disini bagi debitur yang kendaraanya akan di tarik dan merasa keberatan bisa meminta ditunjukkan sertifikat fidusianya. Untuk diketahui berikut contoh Akta Jaminan Fidusia dan Sertifikat Jaminan Fidusia;

Contoh Akta Jaminan Fidusia


Contoh Sertifikat Jaminan Fidusia (titel eksekutorial)
Dari contoh tersebut terlihat pada Sertifikat Jaminan Fidusia terdapat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang mnunjukkan bahwa sertifikat jaminan fidusia memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan.
Akan tetapi, Apabila kemudian diketahui bahwa tidak adanya sertifikat fidusia oleh debitur atau tidak pernah didaftarkan, maka pelaksanaan title eksekutorial barulah melalui mekanisme gugatan perdata biasa melalui pengadilan, karena pembebanan jaminan fidusia pada kendaraan tidak pernah ada. Adapun tentang tata cara pendaftaran Jaminan Fidusia ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2015.
Kedua, setelah pelaksanaan title eksekutorial dan unit didapatkan/diserahkan oleh debitur, Kreditur bisa melelang sendiri kendaraan dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan.
Ketiga setelah pelaksanaan title eksekutorial, untuk pelunasan utang debitur penjualan kendaraan bisa dilakukan dibawah tangan, yaitu tanpa harus melalui pelelangan umum, namun dilakukan atas kesepakatan kreditur dan debitur demi mendapatkan harga terbaik/tertinggi.

Perlu diketahui bahwa proses eksekusi ini akan berjalan lancar jika debitur mau menyerahkan kendaraanya dan seharusnya debitur dalam hal ini wajib menyerahkan, sesuai dengan ketentuan pasal 30. Hal ini lah yang paling lazim dilakukan dimana pihak leasing menarik kendaraan dan kreditur juga secara sadar menyerahkan kendaraanya. Namun dalam hal debitur tidak mau menyerahkan kendaraanya dan melakukan upaya perlawanan terhadap eksekusi sehingga menyulitkan pelaksanaan eksekusi berdasarkan kekuatan parate eksekusi sertifikat jaminan fidusia tersebut, kreditur mengajukan Permintaan kepada Ketua Pengadilan sesuai dengan pasal 196 HIR untuk melaksanakan eksekusi berdasarkan sertifikat jaminan fidusia tersebut. Dalam pelaksanaan eksekusi nya, kreditur dapat meminta bantuan pihak berwenang. Penggunaan bantuan dari pihak berwenang dalam hal ini adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang tata cara pelaksanaanya telah diatur dalam Peraturan Kapolri No 8 tahun 2011 tentang pengamanan eksekusi jaminan fidusia.
Ekseskusi selain dari cara-cara yang diatur pada pasal 29 dan 31 Undang – Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia tersebut adalah tidak dibenarkan dan bila pun dituangkan dalam perjanjian/kontrak itu batal demi hukum.

Dalam hal penjualan kendaraan ternyata ada sisa lebih setelah dipotong pembayaran hutang, maka wajib dikembalikan kelebihanya itu kepada debitur. Namun, apabila ternyata dari hasil penjualan itu masih ada kekurangan, debitur tetap harus bertanggung jawab terhadap pelunasan sisa hutangnya.

Demikianlah bahasan kali ini semoga bisa memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi pihak-pihak yang sedang terikat dalam perjanjian kredit kendaraan bermotor dengan jaminan fidusia. Apabila ada koreksi dalam bahasan kali ini dapat dikirim via email : mu_amar@yahoo.co.id Sekian dan Terima Kasih.

Komentar

POPULER

Al Fajr

Rangkaian Pancing Dasaran Fleksibel